Puna Wulung, yang memiliki spesifikasi berat berat 120 kg,
panjang 4,32 meter, bentang sayap
6,36 meter serta tinggi 1,32 meter telah berhasil diuji coba di Lanud
Halim Perdanakusuma pada 11 Oktober kemarin. Namun masih ada beberapa
"masalah" pada PUNA yang harus segera dibenahi, salah satunya yaitu
tingkat kebisingan suara yang tinggi.
Dikatakan, suara Puna Wulung sangat bising, bahkan masih lebih bising
bila dibandingkan dengan pesawat Super Tucano. Ini tentunya tidak bagus
dan menjadi kelemahan untuk sebuah pesawat intai dan dapat menjadi
sasaran empuk bagi musuh.
Selain masalah kebisingan suara, jarak tempuh PUNA juga tidak lepas dari
sorotan. Jangkauan PUNA adalah 70 km, sebenarnya ini sudah menjadi awal
yang baik. Namun UAV (pesawat tanpa awak) yang dikembangkan oleh
negara-negara maju jangkauannya sudah melebihi dari itu. Tidak jauhnya
jangkauan PUNA ini dikarenakan pengendaliannya belum dilakukan dengan
satelit, alias masih sebatas garis lurus tanpa hambatan. Jika ada
hambatan seperti gunung dan gedung tinggi, maka Puna Wulung lepas dari
kontrol.
Menristek, Gusti Muhammad Hatta, yang mengkritisi masalah kebisingan PUNA ini mengatakan "Masih bising, kalau mengintai di daerah musuh, baru dengar suaranya, musuh sudah sembunyi duluan," kata Gusti saat konferensi pers uji pesawat terbang tanpa awak di Lanud Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 11 Oktober kemarin. Untuk itu dibutuhkan penelitian dan pengembangan yang lebih lanjut jika memang ditujukan untuk Alutsista TNI.
Menristek, Gusti Muhammad Hatta, yang mengkritisi masalah kebisingan PUNA ini mengatakan "Masih bising, kalau mengintai di daerah musuh, baru dengar suaranya, musuh sudah sembunyi duluan," kata Gusti saat konferensi pers uji pesawat terbang tanpa awak di Lanud Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 11 Oktober kemarin. Untuk itu dibutuhkan penelitian dan pengembangan yang lebih lanjut jika memang ditujukan untuk Alutsista TNI.
Puna Wulung
Kendati demikian, Gusti mengaku akan mempromosikan pesawat
tanpa awak tersebut mulai tahun depan, sebagai hasil karya bangsa
Indonesia yang harus dibanggakan. "Tahun depan, kami akan
mempromosikannya, seperti mobil listrik," terangnya. "Dan saya berharap
teknologi pesawat intai tidak lagi menggunakan teknologi dari negara
lain," tambahnya.
"Terlepas dari tingkat kebisingan suara dan jarak tempuh Puna Wulung, kita harus tetap mengapresiasi pesawat buatan anak negeri ini"
Rupanya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan BPPT-Balitbang
Kemhan untuk menyempurnakan PUNA Wulung. Kedepannya ada baiknya dibentuk semacam tim gabungan atau task forces
untuk UAV Nasional. Pasalnya seperti kita ketahui, di negeri ini banyak
sekali instansi yang melakukan penelitian UAV, namun hasilnya tak jauh
berbeda. Ada Lapan, Dislitbangau, hingga perusahaan-perusahaan swasta.
Jika saja semua potensi itu disatukan, maka sumber daya manusia maupun
dana tidak akan sia sia dan hanya berakhir dalam bentuk prototipe saja.
Dan akhirnya, Indonesia benar-benar memiliki UAV yang mumpuni.
Terlepas dari masih tingginya tingkat kebisingan suara yang dihasilkan oleh Pesawat Udara Tanpa Awak (PUNA), kita patut mengapreasi pesawat hasil pengembangan Balitbang dan BPPT ini. Amerika yang memiliki sumber daya penelitian dan dana yang melimpah saja butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan sebuah senjata. Bahkan beberapa diantaranya adalah produk gagal, atau berhasil namun tidak sesuai dengan target waktu dan biaya.
Terlepas dari masih tingginya tingkat kebisingan suara yang dihasilkan oleh Pesawat Udara Tanpa Awak (PUNA), kita patut mengapreasi pesawat hasil pengembangan Balitbang dan BPPT ini. Amerika yang memiliki sumber daya penelitian dan dana yang melimpah saja butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan sebuah senjata. Bahkan beberapa diantaranya adalah produk gagal, atau berhasil namun tidak sesuai dengan target waktu dan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar